Bandung – Banjir kerap terjadi di Jawa Barat ketika memasuki musim penghujan. Hal itu disinyalir karena rusaknya kawasan hulu yang telah beralih fungsi. Lahan yang jadi resapan air hilang perlahan, dan berdampak pada kualitas resapan sehingga air dari hujan yang turun mengalir deras ke hilir.
Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Jawa Barat Dikky Achmad Sidik mengatakan ada sejumlah cara untuk meminimalisasi potensi banjir. Selain cara alami dengan melakukan penanaman pohon atau reboisasi, rekayasa teknis bisa dilakukan dengan cara menyediakan sumur resapan atau kolam tampungan air.
Selain bisa mengurangi potensi banjir, menurutnya dengan cara ini juga dinilainya efektif untuk menyimpan cadangan air tanah. Berbeda dengan normalisasi sungai, yang memakan anggaran besar.
“Saat ini kan di Bandung, penggunaan air tanah terus bertambah, tapi jumlah lahan resapannya berkurang,” ujar Dikky di Bandung, Rabu (22/1/2021).
Oleh karena itu, ia akan segera mengingatkan kembali kepada pemilik bangunan, baik hunian maupun swasta agar menyediakan sumur resapan atau kolam tampungan air. Sebelumnya, Pemprov Jabar pun sudah mewajibkan pemilik bangunan yang berada di kawasan hulu untuk memiliki sumur resapan dan kolam tampungan.
“Kita kalikan saja, kalau semua bangunan ada sumur resapan, kolam tampungan, ada berapa air yang tersimpan sehingga tidak terbuang begitu saja,” ujarnya.
Untuk memaksimalkan kebijakan tersebut, Dikky menyebut dalam waktu dekat akan melakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas sumur resapan dan kolam tampungan tersebut. “Tapi sumur resapan dan kolam tampungan ini penting, pasti mereduksi jumlah air yang mengalir. Syukur-syukur bisa mereduksi total,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat Meiki W Paendong mengatakan terjadi kerusakan yang signifikan di kawasan hulu Provinsi Jabar. Bahkan, menurutnya kondisinya sangat memprihatinkan karena banyaknya pembangunan yang dilakukan sehingga menghilangkan fungsi konservasi.
Sebagai contoh, menurutnya di KBU saja terjadi alih fungsi sekitar 22% dari total luas kawasan tersebut. “Selama 2019 saja, dari total 41 ribu hektare KBU, yang sudah terbangun 11.700 hektare,” ujarnya.
Meiki pun menyebut harus ada penghijauan kembali di kawasan hulu terutama yang berfungsi sebagai konservasi. Hal ini sangat penting agar bertambahnya kawasan resapan air sehingga meminimalisasi potensi banjir.
“Harus ada pendekatan rekayasa teknis. Tapi jangan sampai itu menjadi untuk dikeluarkannya izin pembangunan,” ucap dia.
(yum/mso)